Jumat, 11 November 2011

SEMANTIK



Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik








Disusun Oleh:
Elvi Syari Pane






JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011






BAB I
PENDAHULUAN

Semantic adalah salah satu komponen dalam bahasa, yang membahas tentang makna.  Berhubung semantik membahas tentang makna yang bersifat arbitrary, hingga di anggap sukar untuk di telusuri dan di analisis strukturnya.
Namun, mempelajari linguistik tidaklah bisa di lepaskan dengan pengkajian semantik. Karena dalam setiap ujaran memiliki makna dan tidak lah lengkap  mempelajari bahasa tanpa memahami tentang makna itu sendiri.
Dalam study semantik, tidak hanya mempelajari persoalan dalam kata itu sendiri, namun juga menyangkut persoalan di luar bahasa. Jadi dalam mempelajari semantik bukan hanya membahas tentang teks tapi juga tentang konteksnya.
Makalah ini akan coba menjabarkan semantik dalam pelajaran linguistik, dan hanya membatasi di pembidangan dan relasi dalam makna.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat dalam memahami materi liguistik tentang ‘semantik’ ini sendiri.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Akar kata sema adalah ‘s’ dan ‘m’ sangat mirip dengan kata سمة dari kata (و) سم yang juga berarti tanda yang akar katanya adalah س (و) dan م . Kata kerja sema adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Tanda atau lambang yang dimaksud disini adalah tanda-tanda linguistik. Padananya dalam bahasa Arab adalah ilmu al-dilalah yang berasal dari kata دل- يدل- دلالة yang berati ‘menunjukkan’ seperti dalam Alquran هل أدلكم علي تجارة
Menurut Chomsky pada bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa
semantik adalah merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain
adalah sintaksis dan fonologi) dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen
semantik.
Bahasa diibaratkan mahluk hidup karena dia hidup di lidah para penuturnya. Bahasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan perkembangan jaman sebagaimana halnya manusia. Bahasa adalah fenomena sosial yang hidup di tengah masyarakat. Dia ikut berkembang jika masyarakat berkembang dan mundur ketika masyarakat itu mundur.
Perkembangan semantik adalah salah satu bentuk perkembangan bahasa yang obyeknya adalah kata dan arti kata. Arti sebuah kata sebenarnya tid\ak permanen tetapi mengalami perubahan yang terus menerus dan tak seorangpun yang mampu mengahalangi perubahan itu. Ini dapat dibuktikan dengan melihat kamus, dimana sebuah kata dapat mengalami perubahan makna setiap saat.
Perubahan makna terjadi jika relasi antara lafal dan arti yang ditunjuk oleh lafal tersebut berubah. Hal ini terjadi dalam 2 bentuk:
1. Apabila ditambahkan makna baru kepada kata yang lama
2. Apabila kata baru ditambahkan kepada makna yang lama
Penyebab terjadinya perubahan ini dapat bersifat eksternal dan internal. Penyebab eksternal berupa perkembangan sosial dan peradaban, sementara yang bersifat internal adalah karena pemakaian bahasa itu sendiri. Bahasa diadakan agar manusia dapat berkomunikasi satu sama lain dengan cara bertukar lafal seperti halnya mempertukarkan uang dengan barang. Hanya saja pertukaran bahasa ini melalui akal dan perasaan dan ini bisa berbeda untuk setiap person dan lingkungan. Ketika generasi berikutnya mewarisi suatu makna maka sesungguhnya di tidak lagi mewarisi makna yang sama dengan generasi sebelumnya tetapi telah mengalami beberapa penyimpangan.
Kadang kadang pula terjadinya penambahan makna baru terhadap kata yang lama karena salah mengerti, dan kadang juga sebuah lafal diganti dengan lafal lain sehingga menjadi kurang jelas. Misalnya lafal-lafal yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari dan lafal- lafal yang berhubungan dengan hal-hal yang kotor. Contohnya dalam al-Qur’an adalah kata الغائط yang berarti tempat yang rendah, namun dalam al-Quran diartikan dengan membuang hajat sebagai bentuk kinayah. Penyebab lain yang bersifat internal adalah kedekatan makna dengan lafal tertentu dalam sebuah konteks. Misalnya kata فشل yang dahulu bermakna “takut dan lemah” seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an فلا تنازعو فتفشلوا sekarang berarti “gagal”.
Abu Hatim al-Razi sebagai perintis perkembangan semantik, telah mengumpulkan beberapa kata yang mengalami perkembangan semantik. Menurutnya perkembangan semantik mengambil beberapa bentuk yaitu:
1. Makna lama yang diwariskan
2. Lafal lama yang diberi makna baru setelah datangnya Islam baik dalam bentuk perluasan makna, penyempitan maupun pergeseran makna.
3. Lafal yang sama sekali baru baik dari segi bangun katanya maupun maknanya yang tidak dikenal oleh orang Arab sebelumnya.
4. Lafal baru yang diserap dari bahasa asing
Sementara al-Khawarizmi melihat bahwa lafal terbagi kepada lapal Arab baru yang diciptakan dan lafal asing yang diarabkan. Sedangkan Abu Hilal al-Askari membaginya kepada ism urfi (makna berdasarkan kebiasaan pemakainya) dan ism syar’i (makna baru yang lahir dengan datangnya Islam)
Namun fenomena terpenting dari masalah perkembangan sematik berputar dalam 3 hal yaitu:
1. Takhsis makna
2. Ta’mim makna
3. Pergeseran makna
1. Takhsis makna
Yaitu membatasi makna lafal umum terhadap makna tertentu saja, dengan demikian makna kata tersebut cakupannya telah berkurang dari makna yang sebelumnya. Contoh makna lafal yang menyempit kata حريم yang berarti sesuatu yang tidak boleh disentuh, kini artinya menyempit untuk perempuan saja. Kata الصحابة yang berarti teman dalam arti luas kini menyempit dan menjadi sahabat nabi saja, kata التوبة yang berarti “kembali” kemudian menjadi kembali dari dosa, kata الحج yang berarti bermaksud menjadi bermaksud ke baetullah.
2. Ta’mim Makna
Hal ini terjadi ketika adanya pergeseran dari makna khusus menjadi makna umum. Misalnya kata لوح yang dulunya berarti sejenis benda yang digunakan untuk menulisi kemudian meluas artinya menjadi pelat, bangun perahu, papan dan orang besar tulang tangan dan kakinya. Kata البأس yang dulunya berarti kesusahan dalam perang meluas menjadi kesusahan dalam segala hal, kata العقيقة yang berarti rambut bayi yang tumbuh sejak dalam kandungan meluas menjadi binatang yang disembelih ketika rambut bayi dipotong, kata المجد yang berarti penuhnya perut binatang karena makanan meluas menjadi dipenuhi kemulian.
3. Pergeseran Makna
Pergeseran lafal dari cakupan pemakaian yang biasa ke cakupan yang lain. Pergeseran ini terjadi dalam dua hal:
1. Pergeseran makna karena relasi kemiripan (الإستعارة)
2. Pergeseran makna karena relasi ketidakmiripan (المجاز المرسل)
1. Istiarah
Istiarah dalam ilmu balagah terjadi jika salah satu dari unsur tasybih –musyabbah dan musyabah bih– dibuang demikian pula adat al-tasybih. Penggunaan istiarah banyak digunakan pada kata-kata yang bergeser maknanya karena adanya kemiripan. Misalnya kata ثعبان yang berasal dari kata ثعب yang berarti mengalir bergeser menjadi “ular” karena kemiripan antar air yang mengalir dan ular yang berjalan. Anggota tubuh manusia merupakan obyek istiarah yang banyak digunakan baik dalam bahasa Arab maupun Indonesia. Sebagai contoh أسنان المشط, سن االقلم, عين الحقيقة, رأس الشارع, ظهر الأرض, رجل الكرسي dan lain-lain. Demikian pula anggota tubuh binatang misalnya, ذيل الفستان, ذيل الصفحة, جناح الطائرة .Kemudian dalam tumbuh-tumbuhan misalnya, شجرة النسب, فرع العائلة, ثمرة البحث . Contoh lain adalah تحية عاطرة, إستقبال بارد, صوت حلو
Istiarah sering pula digunakan pada pemakaian kata konkrit terhadap makna yang abstrak seperti, جسم المسكلة, عقد المسألة, ركز الفكرة . Menurut Ibnu Faris pemakaian istiarah merupakan tradisi orang arab dalam berbicara. Hal inipun banyak dilakukan orang arab ketika menggubah syair maupun prosa, dan dalam keadaan demikianlah Alqur’an diturunkan.
2. Al-majaz al-mursal
Al-majaz al-mursal adalah pergeseran makna yang bukan disebabkan karena adanya kemiripan makna tapi justru tidak ada kemiripan sama sekali antara makna asli dengan makna barunya. Ini berbeda dengan takhsis dan ta’mim makna yang melahirkan penyempitan dan perluasan makna, sementara dalam al-majaz al-mursal hal itu tidak terjadi karena makna yang lama dan makna yang baru, cakupannya sama atau sekelas.
Pergeseran makna dalam al-majaz al-mursal disebabkan karena adanya beberapa relasi yaitu: al-sababiyah, al-kulliyah, al-juz’iyah, al-halliyah, al-mahalliyah, al-mujawarah, al-umum, al-khusus, dan i’tibar ma kana. Contoh al-sababiyah (menyebutkan akibat tapi yang dimaksud adalah penyebabnya) dalam Alqur’an قد أنزلنا عليكم لياسا  kata لباسا  (pakaian) tidak mungkin turun dari langit, tapi yang dimaksud adalah hujan sebagai penyebabnya. Contoh al-kulliyah (menyebutkan keseluruhan tapi yang dimaksud adalah sebahagian) dalam Alqur’an فاغسلوا وجوهكم و أيديكم kata أيدكم  jamak يد artinya tangan sampai bahu tapi yang dimaksud di sini adalah tangan sampai siku.
Pergeseran makna terjadi pula dalam 2 hal lain sebagai berikut:
1. Pergeseran dari makna kongkrit ke makna abstrak
2. Pergeseran dari makna abstrak ke makna kongrit
Pertama, pergeseran dari makna konkrit ke makna abstrak sejalan dengan dengan perkembangan akal manusia. Jika pemikiran rasional berkembang maka kebutuhan kepada makna yang abstrak juga akan meningkat. Pergeseran ini juga dapat dinamakan majaz hanya saja bukan majaz sebagai bagian balagha. Jika dalam balaghah majaz di maksudkan untuk dapat mempengaruhi perasaan maka majaz disini semata-mata hanya dimaksudkan agar dapat membantu manusiai mengungkap hal-hal yang abstrak.
Sebagai contoh kata غفر  yang arti asalnya adalah menutup sesuatu yang tampak kemudian dalam Islam berkembang menjadi pengampunan atau menutupi dosa. Demikian pula kata زكي yang arti dasarnya adalah berkembang dan bertambah, kemudian dalam Islam berubah menjadi penyucian jiwa. Kata نبط yang pada mulanya berati mengeluarkan air dari sumur kemudian muncul kata إستنباط yang sering dipergunakan dalam istilah ushul fikhi. Demikian pula kata النفق yang berarti fatamorgana kemudian berkembang dan memunculkan kata منافق .
Kedua; pergeseran dari makna abstrak ke makna kongkrit. Pergeseran jenis kedua ini seringkali dimaksudkan untuk memperjelas konsep yang bersifat abstrak sehingga seakan akan dapat diraba, dicium, didengar, dilihat dan rasakan. Jenis ini banyak digunakan dalam bahasa sastra sehingga kata-kata sabar, dengki dan cita-cita jika disampaikan dengan bahasa sastra maka seakan-akan obyek abstrak tersebut dapat terlihat. Misalnya kata الكرم diungkapkan dengan kata كثرة الرماد

A.    Hakikat Makna
Pengertian atau makna yang dimiliki setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar atau morfem afiks. Mengingat bahasa itu bersifat arbitrer (bebas, tidak terikat) maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan nyata makna kata atau leksem itu seringkali dan mungkin juga biasanya terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Oleh karena itu, banyak pakar bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.


B.     Jenis Makna
a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
 Makna Leksikal : makna yang dimiliki atau pada leksem / kata meski tampak tanpa konteks apapun atau makna yang sebenarnya.
 Makna Gramatikal : baru ada kalau terjadi proses gramatikal. Contoh : prefiks ber-
 Makna Kontkestual : makna sebuah kata atau leksem yang berada didalam satu kompleks. (berkenaan dengan situasinya).
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Makna referensial bisa terjadi jika kalau ada referensinya atau acuannya dalam dunia nyata.
c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
 Makna Denotatif : makna asli, makna asal, akna sebenarnya yang dimilikioleh sebuah kata atau leksem.
 Makna Konotatif : makna lain yang ditambahkan atau makna kiasan.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
 Makna Konseptual : makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif dan makna referensial.
 Makna Asosiasi : makna lain yang ditambahkan atau makna kiasan.
e. Makna kata dan Makna Istilah
Makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas, baru menjadi jelas jika suatu kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya / atau konteks situasinya. Sedangkan makna istilah mempuyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sehingga sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks sedangkan makna kata tidak bebas konteks. Lebih lagi istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
f. Makna Idiom dan Peribahasa
 Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal.
Idiom dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Idiom penuh : idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu.
Contoh : membanting tulang, meja hijau.
2. Idiom sebagian : idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sindiri.
Contoh : buku putih, terdiri dari dua makna, yakni buku dan putih.
 Peribahasa : idiom yang memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya.
C.      Relasi Makna
Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
Masalah-masalah yang dibicarakan pada relasi makna :
1. Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Contoh : benar = betul.
Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis adalah :
1. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan
2. Faktor tempat, contoh : saya dan beta
3. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit
4. Faktor sosial, contoh : saya dan aku
5. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya
6. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton
2. Antonim : hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.
Contoh : hidup x mati
Jenis antonim :
1. Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak
2. Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat
3. Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri
4. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara
3. Polisemi
Adalah kata yang mempunyai makna lebih dari satu.
Contoh : kata kepala : 1. Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian atas.
2. Kepala yang menyatakan pimpinan
4. Homonim
Adalah dua kata kebetulan bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda makna.
Contoh : Bisa : 1. Bisa yang berarti racun
2. Bisa yang berarti dapat atau mampu
4.1 Homofon
Adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan ejaanya, dengan makna yang berbeda.
Contoh : 1. Bang : sebutan saudara laki-laki
2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang
4.2 Homograf
Adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda.
Contoh : 1. Apel : buah
2. Apél : rapat, pertemuan
5.1 Hiponim
Adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran lain.
5.2 Hipernim
Bagian dari hiponim.
Contoh : Hiponim : buah-buahan
Hipernim dari buah-buahan misalnya anggur.
6. Ambiguiti / Ketaksaan
Adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat.
7. Redundansi
Adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran

D.     Perubahan Makna
Ada 5 faktor yang menyebabkan makna sebuah kata berubah :
1. Perkembangan IPTEK
2. Perkembangan sosial budaya
3. Perkembangan pemahaman kata
4. Pertukaran tanggapan indera
5. Adanya asosiasi

E.     Medan Makna dan Komponen Makna
a. Medan Makna (semantic domain, semantic field atau semantic leksikal)
Adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang dari kebudayaan / realitas dalam alam semesta tertentu. Misal : nama-nama warna, nama-nama perkerabatan.
b. Komponen Makna
Adalah makna yang dimiliki oleh setiap kata terdiri dari sejumlah komponen yang membentuk keseluruhan makna. Dalam menentukkan komponen makna yang diperlukan analisis komponen makna, manfaat dari analisis ini adalah :
1. Mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim.
2. Membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi dan komposisi dalam bahasa Indonesia.
3. Meramalkan makna gramatikal.

Selasa, 01 November 2011

PEDAGOGI


LANDASAN PAEDAGOGI

Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling

logo UIN baru







Disusun Oleh:
Abdurrahman Fadilah
Elvi Syari Pane
Siti Nadhroh
Ulfah
Syarifah Jumilah
Dicky


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

Bimbingan dan konseling, bimbingan adalah proses pemberian bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan ( agama dan budaya) sehingga mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun sosial)”.

Bimbingan dan konseling, “Proses interaksi antara konselor dengan klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media : internet, atau telepon) dalam rangka membantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya”.

Bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan. Artinya, ketika seseorang melakukan praktik pelayanan bimbingan dan konseling berarti ia sedang mendidik, sebaliknya apabila seseorang melakukan praktik pendidikan ( mendidik ), berarti  ia sedang memberikan bimbingan[1].











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran.
Pedagogi juga kadang-kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalamannya, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru. Salah satu contohnya adalah aliran pemikiran Sokrates.
Kata "pedagogi" berasal dari Bahasa Yunani kuno παιδαγωγέω (paidagōgeō; dari παίς país:anak dan άγω ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing anak”). Di Yunani kuno, kata παιδαγωγός biasanya diterapkan pada budak yang mengawasi pendidikan anak tuannya. Termasuk di dalamnya mengantarnya ke sekolah (διδασκαλείον) atau tempat latihan (γυμνάσιον), mengasuhnya, dan membawakan perbekalannya (seperti alat musiknya).
Kata yang berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan, sekarang digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut. Jadi landasan pedagogis ialah sistem pembelajaran yang diciptakan dan terbentuk dalam proses atau siklus hidup bermasyarakat.[2]
Dalam konsep ajaran islam pendidikan atau preoses belajar mengajar merupakan pondasi pokok dalam meyakini, memahami, dan mengamalkan perintah agama. Sejak permulaan islam di mekkah sudah mentradisikan sistem belajar melalui tempat-tempaat ibadah dalam bentuk informal dan non formal. Bahkan dalam haditsnya, Rasulullah SAW memerintahkan belajar dari sejak lahir hingga mati ( hadits ). Belajar untuk mencari dan mendalami pengetahuan menjadi salah satu syarat utama dalam mengamalkan syariat islam. Dalam salah satu ayat alquran dinyatakan, tidak dibenarkan (tidak sah) mengamalkan sesuatu amalan tanpa didasari pengetahuan yang cukup terhadap amalan yang dilakukan tersebut, atau bisa jadi ditolak dan tidak diterima amalanya.
            Dalam pengembangan teori dan pelayanan program bimbingan dan penyuluhan konseling yang didasari konsep ajaran islam, maka pendidikan dan pengajaran menjadi salah satu pilar yang tidak mungkin dipisahkan. Bagaimanapun juga dalam proses membantu, membimbing, dan mengarahkan umat islam agar dapat hidup dalam sistem ajaran islam harus ditempuh melalui cara-cara pnedidikan dan pengajaran. Bnanyak nilai-nilai pendidikan yang mesti diberikan keapada masyarakat islam, agar ia mampu menjalani hidupnya sesuai dengan ajaran islam, serta mampu pula beribadah dengan sempurna menurut ketentuan Allah SWT.
            Oleh karena itu, sesungguhnya salah satu prinsip dari pelayanan dan penyuluhan atau konseling islam ialah memberikan pelajaran kepada orang lain secara terus menerus mengenai tata cara hidup yang baik, yang dapat membantunya dalam meraih kehidupan yang sukses sesuai dengan ketentuan etika atau norma yang dianutnya (ajaran islam). Ketentraman dan kebahagiaan yang didapatkanya merupakan kenikmatan rohani/spiritual yang tinggi karena kedekatan hubunganya dengan tuhan dan dengan sesama manusia.
            Dalam aktivitas dakwah islam pada dasarnya kegiatan membimbing dan menyuluh merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan belajar dan mengajar, agar anak bimbing (terbimbing) mampu meningkatkan kemampuan dirinya dan dapat pula menetapkan pilihan hidupnya.

B.     Hubungan Pedagogi dengan BK
Landasan pedagogis pelayanan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan:
1). Pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan.
Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.[3]
Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
2). Pendidikan sebagai inti proes bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat . pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar……, belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.. (dalam Belkin, 1975). Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru . Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya; dengan memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
3). Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
            Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan Drury, 1992). Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.

C.     Tujuan Pedagogi
Dalam pengertian diatas jelas disebutkan bahwa bimbingan sebagai salah bentuk upaya pendidikan. Oleh sebab itu, apapun pembicaraan tentang bimbingan termasuk konseling tidak boleh lepas dari hakikat pendidikan. Dengan demikian, dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus terkandung aspek-aspek pendidikan, seperti:
1). Usaha sadar dari pembimbing atau konselor kepada pendidik ( klien ).
2). Menyiapkan peserta didik ( klien ).
3). Untuk perananya dimasa yang akan datang yang diwujudkan melalui tujuan-tujuan bimbingan dan konseling.
            Upaya bimbingan dan konseling atau pencapaian tujuan-tujuan bimbingan dan konsleing  tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan baik secara umum maupun khusus. Tujuan umum adalah yang dirumuskan dalam undang-undang, sedangkan tujuan yang khusus adalah yang dirumuskan dalam kurikulum yang diimplementasikan dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
            Tujuan bimbingan dan konseling tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Maka tujuan bimbingan dan konseling pada hakikatnya adalah agar klien lebih mantap dan mendalam keberagamanya, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai sesuai dengan pengembangan kebutuhan dan pengembangan dirinya, sehat jasmani dan rohaninya, mandiri, serta memiliki tanggung jawab sosial kemasyaraktan dan kebangsaan.[4]
           







BAB III
KESIMPULAN

Landasan pedagogi mengemukakan bahwa antara pendidkan dan bimbingan memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Secara mendasar bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pendidikan. Demikianlah, proses bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normatif. Tujuan-tujuan pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara menyeluruh.
















DAFTAR PUSTAKA

Prayitno dan Amti, Erman. 2009. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta:PT. Asdi Mahasatya.
Tohirin.2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta:PT. Grafindo Persada.
M. Lutfi. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah.
W.S, Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo.
id.wikipedia.org/wiki/Pedagogi
Nurihsan, Achmad Jntika. 2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, Bandung:PT. Refika Aditama.
www.google.com// id.shvoong.com


[1] Tohirin.2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta:PT. Grafindo Persada.

[2] M. Lutfi. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah.
[3] Tohirin.2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta:PT. Grafindo Persada.
[4] Tohirin.2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta:PT. Grafindo Persada.