FAKTOR-FAKTOR PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK
A. PENDAHULUAN
Pemerolehan bahasa merupakan periode seorang individu memperoleh bahasa atau kosakata baru. Periode tersebut terjadi sepanjang masa. Permulaan pemerolehan bahasa terjadi secara tiba-tiba dan tanpa disadari. Seorang anak akan mengalami proses pemerolehan bahasa kedua setelah memperoleh bahasa pertamanya, melalui pemerolehan bahasa kedua (Language Acquistion) atau ada yang menyebutnya dengan pembelajaran bahasa (Language Learning). Istilah pembelajaran bahasa digunakan atas keyakinan bahwa bahasa kedua dapat diperoleh dan dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara sadar dan disengaja. Berbeda dengan pemerolehan bahasa ibu, bahasa pertama atau bahasa ibu didapatkannya dengan cara yang alamiah, secara tidak sadar di dalam lingkungan keluargaanak-anak tersebut.
Minat terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah lama sekali ada. Bahasan mengenai pemerolehan bahasa ini berkaitan erat dengan topik-topik sebelumnya karena bagaimana manusia dapat mempersepsi dan kemudian memahami ujaran orang lain merupakan unsur pertama yang harus dikuasi manusia dalam berbahasa. Begitu pula manusia hanya dapat memproduksi ujaran apabila dia mengetahui aturan-aturan yang harus diikuti yang dia peroleh sejak kecil.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pemerolehan diartikan sebagai proses, cara atau perbuatan memperoleh . Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung didalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah inggris learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan, sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas adalah pembelajaran.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Menurut Sigel dan Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung di lingkungan masyarakat bahasa target dengan sifat alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan komunikasi.
2. Teori Atau Hipotesis Yang Berkaitan Dengan Masalah Pemerolehan Bahasa
a. Hipotesis Nurani
Setiap bahasawan tentu mampu memahami dan membuat kalimat-kalimat dalam bahasanya karena dia telah “menuranikan” atau “menyimpan dalam nuraninya” akan tata bahasa bahasanya itu menjadi kompetensi (kecakapan) bahasanya juga telah menguasai kemampuan-kemampuan performansi (pelaksanaan) bahasa itu. Jadi, dalam pemerolehan bahasa, jelas yang diperoleh oleh kanak-kanak adalah kompetensi dan performansi bahasa pertamanya itu. Kemudian karena tata bahasa itu terdiri dari komponen sintaksis, semantik, dan fonologi, dan setiap komponen itu berupa rumus-rumus (kaidah-kaidah), maka ketiga macam rumus inilah yang terlebih dahulu dikuasi kanak-kanak dalam pemerolehan bahasa.
b. Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berati “kertas kosong” dalam arti belum ditulis apa-apa. Lalu, hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman. Hipotesisini pada mula-mula dikemukakan oleh John Locke seorang tokoh empirisme yang sangat terkenal kemudian dianut dan disebarluaskan oleh John Watson seorang tokoh terkemuka aliran behaviorisme dalam psikologi.
Dalam hal ini menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam prilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu.
c. Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Dalam kognitifisme, hipotesis kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh Pieget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan proses-proses pemerolehan bahasa kanak-kanak. Hipotesis ini menganggap bahasa merupakan satu bagian dari perkembangan kognitif (intelek) secara umum
3. Faktor-faktor Pemerolehan Bahasa Pada Anak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia “faktor” diartikan sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu . Faktor dasar yang mempengaruhi pemerolehan bahasa (pertama) pada anak adalah karena pemerolehan bahasa dilakukan secara informal dengan motivasi yang sangat tinggi (anak memerlukan bahasa pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya) .
Seorang anak dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan Slobin berikut ini :
a. Faktor Alamiah
Yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan. Proses pemerolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah. Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di sekitarnya.
Sedangkan Slobin mengatakan bahwa yang dibawa lahir ini bukanlah pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang semesta, seperti dikatakan oleh Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang dibawa sejak lahir itulah yang memungkinkan seorang anak untuk mengolah data linguistik.
b. Faktor Perkembangan Kognitif
Perkembangan bahasa pada seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya. Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Pemerolehan bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya kemampuan kognitif akan berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya berkembang dalam lingkup interaksi sosial.
Piaget berpendapat dalam Brainerd seperti dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang. Piaget (1955) memandang anak dan akalnya sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus menerus. Anak-anak sewaktu bergerak menjadi dewasa memperoleh tingkat pemikiran yang secara kualitatif berbeda, yaitu menjadi meningkat lebih kuat.
Menurut Slobin (1977), perkembangan umum kognitif dan mental anak adalah faktor penentu pemerolehan bahasa. Seorang anak belajar atau memperoleh bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak struktur dan fungsi bahasa, dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan batas-batas pengetahuannya mengenai dunia sekelilingnya, serta mengembangkan keterampilan-keterampilan berbahasanya menurut strategi-strategi persepsi yang dimilikinya. Pemerolehan linguistik anak sudah diselesaikannya pada usia kira-kira 3-4 tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat mencerminkan pertumbuhan kognitif umum anak itu.
c. Faktor Latar Belakang Sosial
Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam pemerolehan bahasa anak. Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin kecil pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status sosial ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai dengan keadaan keluarganya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga yang sederhana hanya mengenal lepat, ubi, radio, sawah, cangkul, kapak, atau pisau karena benda-benda tersebut merupakan benda-benda yang biasa ditemukannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Sedangkan anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status ekonomi yang lebih tinggi akan memahami kosakata seperti mobil, televisi, komputer, internet, dvd player, laptop, game, facebook, ataupun KFC, karena benda-benda tersebut merupakan benda-benda yang biasa ditemukannya dalam kehidupannya sehari-hari. Perbedaan dalam pemerolehan bahasa menunjukkan bahwa kelompok menengah lebih dapat mengeksplorasi dan menggunakan bahasa yang eksplisit dibandingkan dengan anak-anak golongan bawah, terutama pada dialek mereka.
Kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dapat dipahami penting intinya untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu berkomunikasi atau takut menggunakannya.
d. Faktor Keturunan
Faktor keturunan meliputi:
1. Intelegensia
Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat memperoh bahasa.
2. Kepribadian dan Gaya/Cara Pemerolehan Bahasa
Kreativitas seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan perolehan bahasa, daya bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa. Seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa pertama dalam otaknya, lengkap dengan semua aturan-aturannya. Bahasa pertama itu diperolehnya dengan beberapa tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa daribahasa orang dewasa.
C. PENUTUP
Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language).
Menurut Sigel dan Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung di lingkungan masyarakat bahasa target dengan sifat alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan komunikasi.
Adapun beberapa Teori atau Hipotesis Yang Berkaitan Dengan Masalah Pemerolehan Bahasa, sebagai berikut :
• Hipotesis Nurani
• Hipotesis Tabularasa
• Hipotesis Kemestaan Kognitif
Terdapat beberapa faktor pemerolehan pada bahasa anak :
• Faktor Alamiah.
• Faktor Perkembangan Kognitif.
• Faktor Latar Belakang Sosial.
• Faktor Keturunan.
• Kepribadian dan Gaya/Cara Pemerolehan Bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.Psikolinguistik Kajian Teoritik.(Jakarta: Rineka Cipta, 2009).
Soenjono, Dardjowidjojo. Psikolinguistik (Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia). (Jakarta : Unika Atma Jaya 2003).
Tarigan, Heri Guntur. Psikolinguistik. (Bandung : Angkasa 1986).
(http://psikonseling.blogspot.com/2011/01/faktor-perkembanganbahasa-anak.html)
http://semestaberpikir.blogspot.com/2011/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi_17.html