Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Linguistik
Disusun Oleh:
Elvi Syari Pane
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Semantic adalah salah satu komponen
dalam bahasa, yang membahas tentang makna. Berhubung semantik membahas
tentang makna yang bersifat arbitrary, hingga di anggap sukar untuk di telusuri
dan di analisis strukturnya.
Namun, mempelajari linguistik
tidaklah bisa di lepaskan dengan pengkajian semantik. Karena dalam setiap
ujaran memiliki makna dan tidak lah lengkap mempelajari bahasa tanpa
memahami tentang makna itu sendiri.
Dalam study semantik, tidak hanya
mempelajari persoalan dalam kata itu sendiri, namun juga menyangkut persoalan
di luar bahasa. Jadi dalam mempelajari semantik bukan hanya membahas tentang
teks tapi juga tentang konteksnya.
Makalah ini akan coba menjabarkan
semantik dalam pelajaran linguistik, dan hanya membatasi di pembidangan dan
relasi dalam makna.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat
dalam memahami materi liguistik tentang ‘semantik’ ini sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani ‘sema’
(kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Akar kata sema adalah
‘s’ dan ‘m’ sangat mirip dengan kata سمة dari
kata (و) سم yang
juga berarti tanda yang akar katanya adalah س (و) dan
م .
Kata kerja sema adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau
‘melambangkan’. Tanda atau lambang yang dimaksud disini adalah tanda-tanda
linguistik. Padananya dalam bahasa Arab adalah ilmu al-dilalah yang berasal
dari kata دل- يدل- دلالة yang berati
‘menunjukkan’ seperti dalam Alquran هل أدلكم علي
تجارة
Menurut Chomsky pada
bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa
semantik adalah merupakan salah satu
komponen dari tata bahasa (dua komponen lain
adalah sintaksis dan fonologi) dan makna
kalimat sangat ditentukan oleh komponen
semantik.
Bahasa diibaratkan mahluk hidup karena dia
hidup di lidah para penuturnya. Bahasa mengalami perkembangan dan perubahan
seiring dengan perkembangan jaman sebagaimana halnya manusia. Bahasa adalah
fenomena sosial yang hidup di tengah masyarakat. Dia ikut berkembang jika
masyarakat berkembang dan mundur ketika masyarakat itu mundur.
Perkembangan semantik adalah salah satu
bentuk perkembangan bahasa yang obyeknya adalah kata dan arti kata. Arti sebuah
kata sebenarnya tid\ak permanen tetapi mengalami perubahan yang terus menerus
dan tak seorangpun yang mampu mengahalangi perubahan itu. Ini dapat dibuktikan
dengan melihat kamus, dimana sebuah kata dapat mengalami perubahan makna setiap
saat.
Perubahan makna terjadi jika relasi antara lafal dan arti
yang ditunjuk oleh lafal tersebut berubah. Hal ini terjadi dalam 2 bentuk:
1. Apabila ditambahkan makna baru kepada kata yang lama
2. Apabila kata baru ditambahkan kepada makna yang lama
Penyebab terjadinya perubahan ini dapat
bersifat eksternal dan internal. Penyebab eksternal berupa perkembangan sosial
dan peradaban, sementara yang bersifat internal adalah karena pemakaian bahasa
itu sendiri. Bahasa diadakan agar manusia dapat berkomunikasi satu sama lain
dengan cara bertukar lafal seperti halnya mempertukarkan uang dengan barang.
Hanya saja pertukaran bahasa ini melalui akal dan perasaan dan ini bisa berbeda
untuk setiap person dan lingkungan. Ketika generasi berikutnya mewarisi suatu
makna maka sesungguhnya di tidak lagi mewarisi makna yang sama dengan generasi
sebelumnya tetapi telah mengalami beberapa penyimpangan.
Kadang kadang pula terjadinya penambahan
makna baru terhadap kata yang lama karena salah mengerti, dan kadang juga
sebuah lafal diganti dengan lafal lain sehingga menjadi kurang jelas. Misalnya
lafal-lafal yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari dan lafal- lafal yang
berhubungan dengan hal-hal yang kotor. Contohnya dalam al-Qur’an adalah kata الغائط yang berarti tempat yang rendah, namun dalam
al-Quran diartikan dengan membuang hajat sebagai bentuk kinayah.
Penyebab lain yang bersifat internal adalah kedekatan makna dengan lafal
tertentu dalam sebuah konteks. Misalnya kata فشل yang
dahulu bermakna “takut dan lemah” seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an فلا تنازعو فتفشلوا sekarang berarti “gagal”.
Abu Hatim al-Razi sebagai perintis
perkembangan semantik, telah mengumpulkan beberapa kata yang mengalami
perkembangan semantik. Menurutnya perkembangan semantik mengambil beberapa
bentuk yaitu:
1. Makna lama yang diwariskan
2. Lafal lama yang diberi makna baru setelah datangnya Islam
baik dalam bentuk perluasan makna, penyempitan maupun pergeseran makna.
3. Lafal yang sama sekali baru baik dari segi bangun katanya
maupun maknanya yang tidak dikenal oleh orang Arab sebelumnya.
4. Lafal baru yang diserap dari bahasa asing
Sementara al-Khawarizmi melihat bahwa
lafal terbagi kepada lapal Arab baru yang diciptakan dan lafal asing yang
diarabkan. Sedangkan Abu Hilal al-Askari membaginya kepada ism urfi
(makna berdasarkan kebiasaan pemakainya) dan ism syar’i (makna baru
yang lahir dengan datangnya Islam)
Namun fenomena terpenting dari masalah perkembangan sematik
berputar dalam 3 hal yaitu:
1. Takhsis makna
2. Ta’mim makna
3. Pergeseran makna
1. Takhsis makna
Yaitu membatasi makna lafal umum terhadap
makna tertentu saja, dengan demikian makna kata tersebut cakupannya telah
berkurang dari makna yang sebelumnya. Contoh makna lafal yang menyempit kata حريم yang berarti sesuatu yang tidak boleh disentuh,
kini artinya menyempit untuk perempuan saja. Kata الصحابة
yang berarti teman dalam arti luas kini menyempit dan menjadi sahabat
nabi saja, kata التوبة yang berarti “kembali”
kemudian menjadi kembali dari dosa, kata الحج yang
berarti bermaksud menjadi bermaksud ke baetullah.
2. Ta’mim Makna
Hal ini terjadi ketika adanya pergeseran
dari makna khusus menjadi makna umum. Misalnya kata لوح
yang dulunya berarti sejenis benda yang digunakan untuk menulisi
kemudian meluas artinya menjadi pelat, bangun perahu, papan dan orang besar
tulang tangan dan kakinya. Kata البأس yang
dulunya berarti kesusahan dalam perang meluas menjadi kesusahan dalam segala
hal, kata العقيقة yang berarti rambut bayi yang
tumbuh sejak dalam kandungan meluas menjadi binatang yang disembelih ketika
rambut bayi dipotong, kata المجد yang berarti
penuhnya perut binatang karena makanan meluas menjadi dipenuhi kemulian.
3. Pergeseran Makna
Pergeseran lafal dari cakupan pemakaian
yang biasa ke cakupan yang lain. Pergeseran ini terjadi dalam dua hal:
1. Pergeseran makna karena relasi kemiripan (الإستعارة)
2. Pergeseran makna karena relasi ketidakmiripan (المجاز المرسل)
1. Istiarah
Istiarah dalam ilmu balagah terjadi jika
salah satu dari unsur tasybih –musyabbah dan musyabah bih– dibuang
demikian pula adat al-tasybih. Penggunaan istiarah banyak digunakan
pada kata-kata yang bergeser maknanya karena adanya kemiripan. Misalnya kata ثعبان yang berasal dari kata ثعب yang berarti mengalir bergeser menjadi “ular” karena
kemiripan antar air yang mengalir dan ular yang berjalan. Anggota tubuh manusia
merupakan obyek istiarah yang banyak digunakan baik dalam bahasa Arab maupun
Indonesia. Sebagai contoh أسنان المشط, سن االقلم, عين
الحقيقة, رأس الشارع, ظهر الأرض, رجل الكرسي dan lain-lain. Demikian pula anggota tubuh binatang
misalnya, ذيل الفستان, ذيل الصفحة, جناح الطائرة .Kemudian dalam tumbuh-tumbuhan misalnya, شجرة النسب, فرع العائلة, ثمرة البحث . Contoh lain adalah تحية عاطرة,
إستقبال بارد, صوت حلو
Istiarah sering pula digunakan pada
pemakaian kata konkrit terhadap makna yang abstrak seperti, جسم المسكلة, عقد المسألة, ركز الفكرة . Menurut Ibnu Faris pemakaian istiarah merupakan tradisi orang
arab dalam berbicara. Hal inipun banyak dilakukan orang arab ketika menggubah
syair maupun prosa, dan dalam keadaan demikianlah Alqur’an diturunkan.
2. Al-majaz al-mursal
Al-majaz al-mursal adalah
pergeseran makna yang bukan disebabkan karena adanya kemiripan makna tapi
justru tidak ada kemiripan sama sekali antara makna asli dengan makna barunya.
Ini berbeda dengan takhsis dan ta’mim makna yang melahirkan
penyempitan dan perluasan makna, sementara dalam al-majaz al-mursal
hal itu tidak terjadi karena makna yang lama dan makna yang baru, cakupannya
sama atau sekelas.
Pergeseran makna dalam al-majaz
al-mursal disebabkan karena adanya beberapa relasi yaitu: al-sababiyah,
al-kulliyah, al-juz’iyah, al-halliyah, al-mahalliyah, al-mujawarah, al-umum,
al-khusus, dan i’tibar ma kana. Contoh al-sababiyah (menyebutkan
akibat tapi yang dimaksud adalah penyebabnya) dalam Alqur’an قد أنزلنا عليكم لياسا kata لباسا (pakaian) tidak
mungkin turun dari langit, tapi yang dimaksud adalah hujan sebagai penyebabnya.
Contoh al-kulliyah (menyebutkan keseluruhan tapi yang dimaksud adalah
sebahagian) dalam Alqur’an فاغسلوا وجوهكم و أيديكم kata
أيدكم jamak يد
artinya tangan sampai bahu tapi yang dimaksud di sini adalah tangan
sampai siku.
Pergeseran makna terjadi pula dalam 2 hal lain sebagai
berikut:
1. Pergeseran dari makna kongkrit ke makna abstrak
2. Pergeseran dari makna abstrak ke makna kongrit
Pertama, pergeseran dari makna konkrit ke
makna abstrak sejalan dengan dengan perkembangan akal manusia. Jika pemikiran
rasional berkembang maka kebutuhan kepada makna yang abstrak juga akan
meningkat. Pergeseran ini juga dapat dinamakan majaz hanya saja bukan majaz
sebagai bagian balagha. Jika dalam balaghah majaz di maksudkan untuk dapat
mempengaruhi perasaan maka majaz disini semata-mata hanya dimaksudkan agar
dapat membantu manusiai mengungkap hal-hal yang abstrak.
Sebagai contoh kata غفر yang arti asalnya adalah menutup
sesuatu yang tampak kemudian dalam Islam berkembang menjadi pengampunan atau
menutupi dosa. Demikian pula kata زكي yang arti
dasarnya adalah berkembang dan bertambah, kemudian dalam Islam berubah menjadi
penyucian jiwa. Kata نبط yang pada mulanya
berati mengeluarkan air dari sumur kemudian muncul kata إستنباط yang sering dipergunakan dalam istilah ushul fikhi.
Demikian pula kata النفق yang berarti
fatamorgana kemudian berkembang dan memunculkan kata منافق
.
Kedua; pergeseran dari
makna abstrak ke makna kongkrit. Pergeseran jenis kedua ini seringkali
dimaksudkan untuk memperjelas konsep yang bersifat abstrak sehingga seakan akan
dapat diraba, dicium, didengar, dilihat dan rasakan. Jenis ini banyak digunakan
dalam bahasa sastra sehingga kata-kata sabar, dengki dan cita-cita jika
disampaikan dengan bahasa sastra maka seakan-akan obyek abstrak tersebut dapat
terlihat. Misalnya kata الكرم diungkapkan
dengan kata كثرة الرماد
A.
Hakikat Makna
Pengertian atau makna
yang dimiliki setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar atau morfem afiks.
Mengingat bahasa itu bersifat arbitrer (bebas, tidak terikat) maka hubungan
antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer. Di dalam penggunaannya dalam
pertuturan nyata makna kata atau leksem itu seringkali dan mungkin juga
biasanya terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Oleh
karena itu, banyak pakar bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata
apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.
B.
Jenis Makna
a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan
Kontekstual
Makna Leksikal : makna yang dimiliki
atau pada leksem / kata meski tampak tanpa konteks apapun atau makna yang
sebenarnya.
Makna Gramatikal : baru ada kalau
terjadi proses gramatikal. Contoh : prefiks ber-
Makna Kontkestual : makna sebuah kata
atau leksem yang berada didalam satu kompleks. (berkenaan dengan situasinya).
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Makna referensial bisa terjadi jika
kalau ada referensinya atau acuannya dalam dunia nyata.
c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna Denotatif : makna asli, makna
asal, akna sebenarnya yang dimilikioleh sebuah kata atau leksem.
Makna Konotatif : makna lain yang
ditambahkan atau makna kiasan.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna Konseptual : makna yang dimiliki
oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual
sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif dan makna
referensial.
Makna Asosiasi : makna lain yang
ditambahkan atau makna kiasan.
e. Makna kata dan Makna Istilah
Makna kata masih bersifat umum, kasar
dan tidak jelas, baru menjadi jelas jika suatu kata itu sudah berada dalam
konteks kalimatnya / atau konteks situasinya. Sedangkan makna istilah mempuyai
makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat.
Sehingga sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks sedangkan makna kata
tidak bebas konteks. Lebih lagi istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan
atau kegiatan tertentu.
f. Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang
maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal
maupun gramatikal.
Idiom dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Idiom penuh : idiom yang semua
unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang
dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu.
Contoh : membanting tulang, meja hijau.
2. Idiom sebagian : idiom yang salah
satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sindiri.
Contoh : buku putih, terdiri dari dua
makna, yakni buku dan putih.
Peribahasa : idiom yang memiliki makna
yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena
adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya.
C.
Relasi Makna
Adalah hubungan semantik yang terdapat
antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
Masalah-masalah yang dibicarakan pada
relasi makna :
1. Sinonim : hubungan semantik
yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan
ujaran lainnya.
Contoh : benar = betul.
Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran
yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis adalah :
1. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan
komandan
2. Faktor tempat, contoh : saya dan beta
3. Faktor keformalan, contoh : uang dan
duit
4. Faktor sosial, contoh : saya dan aku
5. Faktor bidang kegiatan, contoh :
matahari dan surya
6. Faktor nuansa makna, contoh :
melihat, melirik, menonton
2. Antonim : hubungan semantik
dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan dengan
ujaran yang lain.
Contoh : hidup x mati
Jenis antonim :
1. Antonim yang bersifat mutlak, contoh
: diam x bergerak
2. Antonim yang bersifat relatif /
bergradasi, contoh : jauh x dekat
3. Antonim yang bersifat relasional,
contoh : suami x istri
4. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh
: tamtama x bintara
3. Polisemi
Adalah kata yang mempunyai makna lebih
dari satu.
Contoh : kata kepala : 1. Kepala yang
berarti bagian tubuh yang bagian atas.
2. Kepala yang menyatakan pimpinan
4. Homonim
Adalah dua kata kebetulan bentuk,
ucapan, tulisannya sama tetapi beda makna.
Contoh : Bisa : 1. Bisa yang berarti
racun
2. Bisa yang berarti dapat atau mampu
4.1 Homofon
Adalah dua kata yang mempunyai kesamaan
bunyi tanpa memperhatikan ejaanya, dengan makna yang berbeda.
Contoh : 1. Bang : sebutan saudara
laki-laki
2. Bank : tempat penyimpanan dan
pengkreditan uang
4.2 Homograf
Adalah dua kata yang memiliki ejaan
sama, tetapi ucapan dan maknanya beda.
Contoh : 1. Apel : buah
2. Apél : rapat, pertemuan
5.1 Hiponim
Adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup
dalam makna bentuk ujaran lain.
5.2 Hipernim
Bagian dari hiponim.
Contoh : Hiponim : buah-buahan
Hipernim dari buah-buahan misalnya
anggur.
6. Ambiguiti / Ketaksaan
Adalah gejala yang terjadi akibat
kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tergantung jeda dalam
kalimat.
7. Redundansi
Adalah berlebih-lebihannya penggunaan
unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran
D.
Perubahan Makna
Ada 5 faktor yang menyebabkan makna
sebuah kata berubah :
1. Perkembangan IPTEK
2. Perkembangan sosial budaya
3. Perkembangan pemahaman kata
4. Pertukaran tanggapan indera
5. Adanya asosiasi
E.
Medan Makna dan
Komponen Makna
a. Medan Makna (semantic domain,
semantic field atau semantic leksikal)
Adalah seperangkat
unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian
dari bidang dari kebudayaan / realitas dalam alam semesta tertentu. Misal :
nama-nama warna, nama-nama perkerabatan.
b. Komponen Makna
Adalah makna yang
dimiliki oleh setiap kata terdiri dari sejumlah komponen yang membentuk
keseluruhan makna. Dalam menentukkan komponen makna yang diperlukan analisis
komponen makna, manfaat dari analisis ini adalah :
1. Mencari perbedaan dari bentuk-bentuk
yang bersinonim.
2. Membuat prediksi makna-makna
gramatikal afiksasi, reduplikasi dan komposisi dalam bahasa Indonesia.
3. Meramalkan makna gramatikal.