Jumat, 11 November 2011

SEMANTIK



Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik








Disusun Oleh:
Elvi Syari Pane






JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011






BAB I
PENDAHULUAN

Semantic adalah salah satu komponen dalam bahasa, yang membahas tentang makna.  Berhubung semantik membahas tentang makna yang bersifat arbitrary, hingga di anggap sukar untuk di telusuri dan di analisis strukturnya.
Namun, mempelajari linguistik tidaklah bisa di lepaskan dengan pengkajian semantik. Karena dalam setiap ujaran memiliki makna dan tidak lah lengkap  mempelajari bahasa tanpa memahami tentang makna itu sendiri.
Dalam study semantik, tidak hanya mempelajari persoalan dalam kata itu sendiri, namun juga menyangkut persoalan di luar bahasa. Jadi dalam mempelajari semantik bukan hanya membahas tentang teks tapi juga tentang konteksnya.
Makalah ini akan coba menjabarkan semantik dalam pelajaran linguistik, dan hanya membatasi di pembidangan dan relasi dalam makna.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat dalam memahami materi liguistik tentang ‘semantik’ ini sendiri.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Akar kata sema adalah ‘s’ dan ‘m’ sangat mirip dengan kata سمة dari kata (و) سم yang juga berarti tanda yang akar katanya adalah س (و) dan م . Kata kerja sema adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Tanda atau lambang yang dimaksud disini adalah tanda-tanda linguistik. Padananya dalam bahasa Arab adalah ilmu al-dilalah yang berasal dari kata دل- يدل- دلالة yang berati ‘menunjukkan’ seperti dalam Alquran هل أدلكم علي تجارة
Menurut Chomsky pada bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa
semantik adalah merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain
adalah sintaksis dan fonologi) dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen
semantik.
Bahasa diibaratkan mahluk hidup karena dia hidup di lidah para penuturnya. Bahasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan perkembangan jaman sebagaimana halnya manusia. Bahasa adalah fenomena sosial yang hidup di tengah masyarakat. Dia ikut berkembang jika masyarakat berkembang dan mundur ketika masyarakat itu mundur.
Perkembangan semantik adalah salah satu bentuk perkembangan bahasa yang obyeknya adalah kata dan arti kata. Arti sebuah kata sebenarnya tid\ak permanen tetapi mengalami perubahan yang terus menerus dan tak seorangpun yang mampu mengahalangi perubahan itu. Ini dapat dibuktikan dengan melihat kamus, dimana sebuah kata dapat mengalami perubahan makna setiap saat.
Perubahan makna terjadi jika relasi antara lafal dan arti yang ditunjuk oleh lafal tersebut berubah. Hal ini terjadi dalam 2 bentuk:
1. Apabila ditambahkan makna baru kepada kata yang lama
2. Apabila kata baru ditambahkan kepada makna yang lama
Penyebab terjadinya perubahan ini dapat bersifat eksternal dan internal. Penyebab eksternal berupa perkembangan sosial dan peradaban, sementara yang bersifat internal adalah karena pemakaian bahasa itu sendiri. Bahasa diadakan agar manusia dapat berkomunikasi satu sama lain dengan cara bertukar lafal seperti halnya mempertukarkan uang dengan barang. Hanya saja pertukaran bahasa ini melalui akal dan perasaan dan ini bisa berbeda untuk setiap person dan lingkungan. Ketika generasi berikutnya mewarisi suatu makna maka sesungguhnya di tidak lagi mewarisi makna yang sama dengan generasi sebelumnya tetapi telah mengalami beberapa penyimpangan.
Kadang kadang pula terjadinya penambahan makna baru terhadap kata yang lama karena salah mengerti, dan kadang juga sebuah lafal diganti dengan lafal lain sehingga menjadi kurang jelas. Misalnya lafal-lafal yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari dan lafal- lafal yang berhubungan dengan hal-hal yang kotor. Contohnya dalam al-Qur’an adalah kata الغائط yang berarti tempat yang rendah, namun dalam al-Quran diartikan dengan membuang hajat sebagai bentuk kinayah. Penyebab lain yang bersifat internal adalah kedekatan makna dengan lafal tertentu dalam sebuah konteks. Misalnya kata فشل yang dahulu bermakna “takut dan lemah” seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an فلا تنازعو فتفشلوا sekarang berarti “gagal”.
Abu Hatim al-Razi sebagai perintis perkembangan semantik, telah mengumpulkan beberapa kata yang mengalami perkembangan semantik. Menurutnya perkembangan semantik mengambil beberapa bentuk yaitu:
1. Makna lama yang diwariskan
2. Lafal lama yang diberi makna baru setelah datangnya Islam baik dalam bentuk perluasan makna, penyempitan maupun pergeseran makna.
3. Lafal yang sama sekali baru baik dari segi bangun katanya maupun maknanya yang tidak dikenal oleh orang Arab sebelumnya.
4. Lafal baru yang diserap dari bahasa asing
Sementara al-Khawarizmi melihat bahwa lafal terbagi kepada lapal Arab baru yang diciptakan dan lafal asing yang diarabkan. Sedangkan Abu Hilal al-Askari membaginya kepada ism urfi (makna berdasarkan kebiasaan pemakainya) dan ism syar’i (makna baru yang lahir dengan datangnya Islam)
Namun fenomena terpenting dari masalah perkembangan sematik berputar dalam 3 hal yaitu:
1. Takhsis makna
2. Ta’mim makna
3. Pergeseran makna
1. Takhsis makna
Yaitu membatasi makna lafal umum terhadap makna tertentu saja, dengan demikian makna kata tersebut cakupannya telah berkurang dari makna yang sebelumnya. Contoh makna lafal yang menyempit kata حريم yang berarti sesuatu yang tidak boleh disentuh, kini artinya menyempit untuk perempuan saja. Kata الصحابة yang berarti teman dalam arti luas kini menyempit dan menjadi sahabat nabi saja, kata التوبة yang berarti “kembali” kemudian menjadi kembali dari dosa, kata الحج yang berarti bermaksud menjadi bermaksud ke baetullah.
2. Ta’mim Makna
Hal ini terjadi ketika adanya pergeseran dari makna khusus menjadi makna umum. Misalnya kata لوح yang dulunya berarti sejenis benda yang digunakan untuk menulisi kemudian meluas artinya menjadi pelat, bangun perahu, papan dan orang besar tulang tangan dan kakinya. Kata البأس yang dulunya berarti kesusahan dalam perang meluas menjadi kesusahan dalam segala hal, kata العقيقة yang berarti rambut bayi yang tumbuh sejak dalam kandungan meluas menjadi binatang yang disembelih ketika rambut bayi dipotong, kata المجد yang berarti penuhnya perut binatang karena makanan meluas menjadi dipenuhi kemulian.
3. Pergeseran Makna
Pergeseran lafal dari cakupan pemakaian yang biasa ke cakupan yang lain. Pergeseran ini terjadi dalam dua hal:
1. Pergeseran makna karena relasi kemiripan (الإستعارة)
2. Pergeseran makna karena relasi ketidakmiripan (المجاز المرسل)
1. Istiarah
Istiarah dalam ilmu balagah terjadi jika salah satu dari unsur tasybih –musyabbah dan musyabah bih– dibuang demikian pula adat al-tasybih. Penggunaan istiarah banyak digunakan pada kata-kata yang bergeser maknanya karena adanya kemiripan. Misalnya kata ثعبان yang berasal dari kata ثعب yang berarti mengalir bergeser menjadi “ular” karena kemiripan antar air yang mengalir dan ular yang berjalan. Anggota tubuh manusia merupakan obyek istiarah yang banyak digunakan baik dalam bahasa Arab maupun Indonesia. Sebagai contoh أسنان المشط, سن االقلم, عين الحقيقة, رأس الشارع, ظهر الأرض, رجل الكرسي dan lain-lain. Demikian pula anggota tubuh binatang misalnya, ذيل الفستان, ذيل الصفحة, جناح الطائرة .Kemudian dalam tumbuh-tumbuhan misalnya, شجرة النسب, فرع العائلة, ثمرة البحث . Contoh lain adalah تحية عاطرة, إستقبال بارد, صوت حلو
Istiarah sering pula digunakan pada pemakaian kata konkrit terhadap makna yang abstrak seperti, جسم المسكلة, عقد المسألة, ركز الفكرة . Menurut Ibnu Faris pemakaian istiarah merupakan tradisi orang arab dalam berbicara. Hal inipun banyak dilakukan orang arab ketika menggubah syair maupun prosa, dan dalam keadaan demikianlah Alqur’an diturunkan.
2. Al-majaz al-mursal
Al-majaz al-mursal adalah pergeseran makna yang bukan disebabkan karena adanya kemiripan makna tapi justru tidak ada kemiripan sama sekali antara makna asli dengan makna barunya. Ini berbeda dengan takhsis dan ta’mim makna yang melahirkan penyempitan dan perluasan makna, sementara dalam al-majaz al-mursal hal itu tidak terjadi karena makna yang lama dan makna yang baru, cakupannya sama atau sekelas.
Pergeseran makna dalam al-majaz al-mursal disebabkan karena adanya beberapa relasi yaitu: al-sababiyah, al-kulliyah, al-juz’iyah, al-halliyah, al-mahalliyah, al-mujawarah, al-umum, al-khusus, dan i’tibar ma kana. Contoh al-sababiyah (menyebutkan akibat tapi yang dimaksud adalah penyebabnya) dalam Alqur’an قد أنزلنا عليكم لياسا  kata لباسا  (pakaian) tidak mungkin turun dari langit, tapi yang dimaksud adalah hujan sebagai penyebabnya. Contoh al-kulliyah (menyebutkan keseluruhan tapi yang dimaksud adalah sebahagian) dalam Alqur’an فاغسلوا وجوهكم و أيديكم kata أيدكم  jamak يد artinya tangan sampai bahu tapi yang dimaksud di sini adalah tangan sampai siku.
Pergeseran makna terjadi pula dalam 2 hal lain sebagai berikut:
1. Pergeseran dari makna kongkrit ke makna abstrak
2. Pergeseran dari makna abstrak ke makna kongrit
Pertama, pergeseran dari makna konkrit ke makna abstrak sejalan dengan dengan perkembangan akal manusia. Jika pemikiran rasional berkembang maka kebutuhan kepada makna yang abstrak juga akan meningkat. Pergeseran ini juga dapat dinamakan majaz hanya saja bukan majaz sebagai bagian balagha. Jika dalam balaghah majaz di maksudkan untuk dapat mempengaruhi perasaan maka majaz disini semata-mata hanya dimaksudkan agar dapat membantu manusiai mengungkap hal-hal yang abstrak.
Sebagai contoh kata غفر  yang arti asalnya adalah menutup sesuatu yang tampak kemudian dalam Islam berkembang menjadi pengampunan atau menutupi dosa. Demikian pula kata زكي yang arti dasarnya adalah berkembang dan bertambah, kemudian dalam Islam berubah menjadi penyucian jiwa. Kata نبط yang pada mulanya berati mengeluarkan air dari sumur kemudian muncul kata إستنباط yang sering dipergunakan dalam istilah ushul fikhi. Demikian pula kata النفق yang berarti fatamorgana kemudian berkembang dan memunculkan kata منافق .
Kedua; pergeseran dari makna abstrak ke makna kongkrit. Pergeseran jenis kedua ini seringkali dimaksudkan untuk memperjelas konsep yang bersifat abstrak sehingga seakan akan dapat diraba, dicium, didengar, dilihat dan rasakan. Jenis ini banyak digunakan dalam bahasa sastra sehingga kata-kata sabar, dengki dan cita-cita jika disampaikan dengan bahasa sastra maka seakan-akan obyek abstrak tersebut dapat terlihat. Misalnya kata الكرم diungkapkan dengan kata كثرة الرماد

A.    Hakikat Makna
Pengertian atau makna yang dimiliki setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar atau morfem afiks. Mengingat bahasa itu bersifat arbitrer (bebas, tidak terikat) maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan nyata makna kata atau leksem itu seringkali dan mungkin juga biasanya terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Oleh karena itu, banyak pakar bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.


B.     Jenis Makna
a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
 Makna Leksikal : makna yang dimiliki atau pada leksem / kata meski tampak tanpa konteks apapun atau makna yang sebenarnya.
 Makna Gramatikal : baru ada kalau terjadi proses gramatikal. Contoh : prefiks ber-
 Makna Kontkestual : makna sebuah kata atau leksem yang berada didalam satu kompleks. (berkenaan dengan situasinya).
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Makna referensial bisa terjadi jika kalau ada referensinya atau acuannya dalam dunia nyata.
c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
 Makna Denotatif : makna asli, makna asal, akna sebenarnya yang dimilikioleh sebuah kata atau leksem.
 Makna Konotatif : makna lain yang ditambahkan atau makna kiasan.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
 Makna Konseptual : makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif dan makna referensial.
 Makna Asosiasi : makna lain yang ditambahkan atau makna kiasan.
e. Makna kata dan Makna Istilah
Makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas, baru menjadi jelas jika suatu kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya / atau konteks situasinya. Sedangkan makna istilah mempuyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sehingga sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks sedangkan makna kata tidak bebas konteks. Lebih lagi istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
f. Makna Idiom dan Peribahasa
 Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal.
Idiom dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Idiom penuh : idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu.
Contoh : membanting tulang, meja hijau.
2. Idiom sebagian : idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sindiri.
Contoh : buku putih, terdiri dari dua makna, yakni buku dan putih.
 Peribahasa : idiom yang memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya.
C.      Relasi Makna
Adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
Masalah-masalah yang dibicarakan pada relasi makna :
1. Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Contoh : benar = betul.
Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis adalah :
1. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan
2. Faktor tempat, contoh : saya dan beta
3. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit
4. Faktor sosial, contoh : saya dan aku
5. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya
6. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton
2. Antonim : hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.
Contoh : hidup x mati
Jenis antonim :
1. Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak
2. Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat
3. Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri
4. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara
3. Polisemi
Adalah kata yang mempunyai makna lebih dari satu.
Contoh : kata kepala : 1. Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian atas.
2. Kepala yang menyatakan pimpinan
4. Homonim
Adalah dua kata kebetulan bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda makna.
Contoh : Bisa : 1. Bisa yang berarti racun
2. Bisa yang berarti dapat atau mampu
4.1 Homofon
Adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan ejaanya, dengan makna yang berbeda.
Contoh : 1. Bang : sebutan saudara laki-laki
2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang
4.2 Homograf
Adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda.
Contoh : 1. Apel : buah
2. Apél : rapat, pertemuan
5.1 Hiponim
Adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran lain.
5.2 Hipernim
Bagian dari hiponim.
Contoh : Hiponim : buah-buahan
Hipernim dari buah-buahan misalnya anggur.
6. Ambiguiti / Ketaksaan
Adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat.
7. Redundansi
Adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran

D.     Perubahan Makna
Ada 5 faktor yang menyebabkan makna sebuah kata berubah :
1. Perkembangan IPTEK
2. Perkembangan sosial budaya
3. Perkembangan pemahaman kata
4. Pertukaran tanggapan indera
5. Adanya asosiasi

E.     Medan Makna dan Komponen Makna
a. Medan Makna (semantic domain, semantic field atau semantic leksikal)
Adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang dari kebudayaan / realitas dalam alam semesta tertentu. Misal : nama-nama warna, nama-nama perkerabatan.
b. Komponen Makna
Adalah makna yang dimiliki oleh setiap kata terdiri dari sejumlah komponen yang membentuk keseluruhan makna. Dalam menentukkan komponen makna yang diperlukan analisis komponen makna, manfaat dari analisis ini adalah :
1. Mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim.
2. Membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi dan komposisi dalam bahasa Indonesia.
3. Meramalkan makna gramatikal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar